Selasa, 27 November 2018

Fodim's Highlight


Grab Our Chance with SIPOSTARU XXVII

Grab Our Change, menjadi tema besar dalam acara “SIPOSTARU XXVII atau dikenal dengan Sistem Seleksi, Penerimaan Anggota Baru UKM Fodim ke-27. SIPOSTARU XXVII juga merupakan kegiatan  yang wajib untuk seluruh calon anggota UKM Fodim, banyak  rangkaian yang dilalui oleh calon anggota. Dimulai dari wawancara sampai dengan kegiatan Sipostaru,tidak hanya itu dalam kegiatan ini ada  value yang dikemas untuk melatih anggota yang peka, kritis dan tanggap.

Organisasi menjadi salah satu bagian dalam kehidupan mahasiswa. Keuntungan bergabung dalam sebuah organisasi, salah satunya dapat melatih softskill yang berguna untuk mempersiapkan diri memasuki dunia pekerjaan.Kegiatan yang dilakukan Fodim dalam melatih softskill anggota baru dengan adanya kegiatan Sipostaru (Sistem Seleksi, Penerimaan Anggota Baru). Pada tahun ini memasuki Sipostaru yang ke-27. Sipostaru XXVII sendiri berlangsung selama 4 hari, hari pertama berlangsung pada Rabu, 12 September 2018 di UNIKA Atma Jaya Semanggi dan hari kedua sampai dengan keempat berlangsung pada Jum’at sampai dengan Minggu, 14-16 September 2018 di Villa Bella Cibodas.
Sipostaru XXVII kali ini mengambil tema “CHANCE” yang memiliki nilai, yaitu Collaborative, Empaty, and Resilience. Collaborative dimana diharapkan peserta Sipostaru XXVII dapat bekerja sama dengan antar sesama anggota Sipostaru XXVII, anggota UKM Fodim, serta diluar UKM Fodim sendiri. Empathy berhubungan dengan Collaborative, dimana Empathy sendiri mempunyai arti bahwa peserta Sipostaru XXVII tidak hanya dapat berkolaborasi saja, namun juga dapat menanamkan rasa empati terhadap sesama anggota Sipostaru XXVII, anggota UKM Fodim, serta diluar UKM Fodim sendiri. Yang terakhir ada Resilience yang mempunyai arti bahwa anggota Sipostaru XXVII diharapkan menilai sebuah masalah atau rintangan bukan sebagai penghambat namun, menjadi acuan untuk maju kedepannya.





Rangkaian kegiatan acara Sipostaru XXVII sendiri diawali di Aula K2 UNIKA Atma Jaya pada 12 September 2018 kemarin dengan beberapa sesi yang dibawakan oleh fasilitator, dimana fasilitatornya merupakan anggota aktif UKM Fodim, seperti Maria Octavia (Sipostaru XXIV) dan Hendy Indra (Sipostaru XXV). Tidak lupa juga adanya sharing yang dibagikan oleh Ketua Umum UKM Fodim periode 2018/2019, Veren Nathasya (Sipostaru XXV). Ia memaparkan sejarah, visi, dan misi UKM Fodim dengan tujuan calon anggota baru UKM Fodim atau anggota Sipostaru XXVII dapat mengenal UKM Fodim lebih jauh lagi.

Pada hari berikutnya diawali dengan sesi Critical Thinking yang dibawakan oleh Kak Willem (Sipostaru XIV) di Villa Bella Cibodas. Dalam sesi tersebut, para anggota Sipostaru XXVII berlatih untuk berpikir kritis yang dapat dimulai dengan cara memahami dan mencernai terlebih dahulu dari setiap kata dan keputusan yang diambil. Setelah itu dilanjutkan dengan sesi Discuss About Discussion (DAD),   dimana para anggota baru belajar lebih lanjut lagi mengenai  bentuk-bentuk diskusi dan  mengintepretasikannya dengan melakukan simulasi kecil sesuai dengan pos yang ada saat itu. Dapat kita bayangkan keseruan acara Sipostaru XXVII ini dimana para anggota antusias dalam merealisasikan bentuk-bentuk diskusi pada sesi DAD ini.Pada malam hari diadakan pengenalan pengurus UKM Fodim periode 2018/2019 beserta program kerjanya masing-masing.


Sipostaru XXVII yang diadakan selama empat hari menciptakan rasa kekeluargaan dan solidaritas melalui sesi-sesi dan permainan-permainan yang diadakan. Dalam mengikuti kegiatan Sipostaru XXVII juga membawa banyak kenangan dan pembelajaran bagi anggota UKM Fodim. Salah satu kegiatan yang ditunggu adalah love notes, dimana kita dapat menyampaikan perasaan dan rasa terima kasih kita kepada sesama anggota aktif UKM Fodim. Tidak hanya love notes saja, Divisi Jurnalistik menghadirkan hal yang berbeda, yaitu adanya silent discussion. Silent discussion merupakan wadah bagi para Fodimers (anggota aktif UKM Fodim) untuk menuliskan perasaannya mengenai kegiatan Sipostaru XXVII kali ini.


            Sesi terakhir acara Sipostaru XXVII yang tidak kalah pentingnya adalah foto bersama untuk mengabadikan moment-moment bersama para Fodimers. Berakhirnya kegiatan Sipostaru  XXVII kali ini, bukan hanya mengharapkan rasa kebersamaan yang timbul dari mulai calon anggota UKM Fodim sampai anggota aktif, serta alumni UKM Fodim saja. Kegiatan Sipostaru XXVII juga diharapkan dapat memberikan pengalaman yang luar biasa, yang tidak dapat dilupakan melalui pembelajaran yang sudah didapatkan selama empat hari dan nilai-nilai, khususnya bagi para peserta anggota Sipostaru XXVII yang dapat diaplikasikan atau diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari perkuliahan maupun bermasyarakat.




.
“SIPOSTARU XXVII?”
Push ourselves, grab our chance… HA!!!”

#UpgreatOurAction
#GrabYourChance

Minggu, 23 September 2018

Fodim's Highlight

  Promosi UKM Fodim 2018/2019
'UPGREAT'



JAKARTA- Semangat gentir para mahasiswa/i Unika Atma Jaya ikut menyemarakkan ajaran semester ganjil 2018/2019. Ribuan mahasiswa/i baru  merasakan euforia saat tengah mengikuti kegiatan pengenalan Unit Kegiatan Mahasiswa/Unit Kegiatan Khusus (UKM/UKK). Kegiatan ini dilaksanakan pada Rabu, 14 Agustus 2018 di kampus Unika Atma Jaya Jakarta dengan tujuan memperkenalkan UKM/UKK sesuai dengan minat mahasiswa/i baru.



      Forum Diskusi Ilmiah Mahasiswa atau dikenal dengan UKM Fodim ikut berpartisipasi dalam promosi UKM/UKK 2018. Pada kesempatan kali ini, UKM Fodim diibaratkan sebagai learning lab, dimana UKM Fodim menjadi wadah pembelajaran untuk pengembangan diri baik secara softskill maupun hardskill sehingga, mereka dapat menjadi mahasiswa/i yang lebih baik lagi dari sebelumnya. Oleh karena itu, UKM Fodim mengambil  tagline 'UPGREAT'.

Promosi UKM/UKK tahun ini berbeda dengan tahun sebelumnya, dimana pada tahun ini menggunakan promosi digital. Setiap UKM/UKK  mempromosikan diri melalui media sosialnya masing-masing. Sedangkan  pada  hari pelaksanan, promosi UKM Fodim dibagi ke dalam dua bagian yaitu promosi di stand dan promosi di dalam kelas. Promosi di stand, Tim Promosi menyanyikan yel-yel untuk menyambut kedatangan para mahasiswa/i sehingga mereka tertarik untuk datang ke stand . Selain itu, terdapat berbagai hal yang bisa dilihat oleh para mahasiswa/i baru saat datang ke stand. Mulai dari Fodim’s Gallery, dimana para mahasiswa/i dapat melihat berbagai program kegiatan yang telah dilaksanakan oleh UKM Fodim seperti: diskusi, kegiatan sosial, kegiatan kebersamaan, berbagai perlatihan, dan lain-lainnya.Kemudian ada juga Silent Discussion, disini para mahasiswa/i baru  diajak untuk mengeluarkan pendapat tentang harapan mereka saat masuk di sebuah organisasi. Aksi Silent Discussion ini merupakan  salah satu bentuk diskusi secara tidak langsung. Tidak hanya Silent Discussion , tetapi juga ada permainan Fodim Fortune Roulette (FFR). Permainan ini bertujuan untuk mengetahui keberuntungan yang mereka dapatkan saat menjadi anggota UKM Fodim, seperti:  Public Speaking, Moderating, Leadership, Organization skill, Jurnalistik, dan masih banyak lainnya. Sehingga, dengan keberuntungan itu, harapan mereka di sebuah organisasi dapat terwujud. Rasa antusias dan semangat pun terlihat dari wajah para mahasiswa/i baru saat Tim Promosi mempresentasikan kegiatan-kegiatan UKM Fodim di dalam kelas.



Sedangkan saat promosi di kelas, Tim Promosi memiliki kesempatan untuk mempresentasikan kegiatan-kegiatan apa saja yang ada di UKM Fodim. Rasa antusias dan semangat pun terlihat dari wajah para mahasiswa/i baru saat melihat presentasi UKM Fodim.


Kehadiran UKM Fodim ini diharapkan dapat menjadi wadah mahasiswa mengawali dunia mereka di UKM Fodim. Karena UKM fodim membantu kita sebagai mahasiswa dalam mepersiapkan diri baik di dalam maupun diluar kampus menjadi mahasiswa yang peka, kritis dan tanggap.


“Everyone has a talent, ability, or a skill, but it depends to their willingness to learn.”


Senin, 27 Agustus 2018

Kasus Trisakti, Semanggi I dan Semangg II perlu diselesaikan melalui Pembentukan Pengadilan HAM AD HOC



Sebuah undang-undang yang mengatur penyelesaian pelanggaran HAM berat yaitu UU 26/2000 tentang Pengadilan HAM. Pasal 43 (1) menyatakan bahwa: “Pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang terjadi sebelum diundangkannya undang-undang ini, diperiksa dan diputus oleh Pengadilan HAM ad hoc”. Adapun mekanismenya adalah :
1    - Komnas HAM melakukan penyelidikan (pasal 18)
2   - Kejaksaan Agung melakukan penyidikan (pasal 21)
3  - DPRRI mengusulkan pembentukan pengadilan HAM ad hoc berdasarkan peristiwa tertentu dengan Keputusan Presiden (pasal 43 ay 2).
4   -  Presiden menerbitkan Keppres pembentukan Pengadilan HAM ad hoc .

Catatan:   
1)         Putusan Mahkamah Konstitusi No. 18/PUU-V/2007 menyatakan bahwa terjadi atau tidak terjadinya pelanggaran HAM berat ditentukan oleh Komnas HAM sebagai lembaga penyellidik dan Kejaksaan Agung sebagai lembaga penyidik.
2)         Putusan Mahkamah Konstitusi No. 75/PUU-VIII/2015 menyatakan bahwa proses penyelesaian HAM berat yang terkatung-katung bukan lagi persoalan hukum (yuridis) lagi, melainkan persoalan kemauan politik.

Banyaknya hambatan penyelesaian kasus Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II di meja pengadilan HAM ad hoc semakin meneguhkan keyakinan bahwa dalam kasus tersebut terbukti terjadi kejahatan kemanusiaan dan pelanggaran HAM berat.


TRAGEDI 1998/1999

Di penghujung pemerintahan Orde Baru, pada tahun 1998 mahasiswa berdemonstrasi menuntut turunnya Presiden Soeharto karena pemerintahannya semakin otoriter, militeristik dan korup. Sidang Umum MPRRI pada bulan Maret 1998, Soeharto kembali terpilih menjadi presiden. Gelombang demonstrasi dari ke hari semakin membesar. Dalam menghadapi para demonstran, pemerintah mengerahkan ABRI (TNI/Polri) dengan dipersenjatai peralatan berat untuk perang.

Disamping itu, mahasiswa juga menuntut perubahan sistem pemerintahan yang reformis dan demokratis dengan menyerukan tuntutan pelaksanaan “6 agenda reformasi”, yaitu
1    .  Adili Soeharto dan kroni-kroninya
2    .  Berantas KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme)
3    .  Tegakkan supremasi hukum
4    .   Cabut dwifungsi ABRI
5    .    Laksanakan otonomi daerah seluas-luasnya
6    .   Amandemen UUD 1945

Pada 13 Maret 1998, setelah Sidang Umum MPRRI terjadi penculikan terhadap para aktifis prodemokrasi.

Pada 12 Mei 1998, terjadi penembakan mahasiswa di Univ. Trisakti.

Pada 13-15 Mei 1998, terjadi kerusuhan massal di beberapa kota besar berupa pembakaran di berbagai pusat perbelanjaan.

Pada 21 Mei 1998, Soeharto menyatakan berhenti dari jabatan presiden dan menunjuk Wakil Presdien B.J. Habibie sebagai penggantinya. Penembakan mahasiswa Trisakti tidak menyurutkan semangat mahasiswa untuk mengawal reformasi dan demokrasi.

Pada 10 - 13 November 1998, pemerintahan Presiden BJ Habibie menggelar Sidang Istimewa MPRRI tetapi ditolak oleh mahasiswa karena disinyalir Sidang Istimewa MPRRI hanya akan dijadikan ajang konsolidari kroni-kroni Soeharto. Mahasiswa menuntut diselenggarakan pemilu ulang terlebih dahulu, karena yang akan bersidang adalah anggota MPRRI hasil pemilu 1997 di era pemerintahan Presiden Soeharto.

Pada saat itu, kampus Unika. Atma Jaya menjadi pusat berkumpulnya para mahasiswa dari berbagai kampus. Dan, untuk menghadapi para mahasiswa yang berdemonstrasi menolak Sidang Istimewa MPRRI, pemerintah tidak hanya mengerahkan TNI/Polri yang dipersenjatai dengan peralatan berat untuk perang tetapi juga mengerahkan pamswakarsa, yaitu masyarakat sipil yang dipersenjatai dengan bambu runcing. Terjadi banyak korban, baik yang luka-luka maupun meningal dunia karena ditembak dengan peluru tajam. Peristiwa ini dikenal dengan sebutan “Tragedi Semanggi I.”

Pada tahun 1999, mahasiswa berdemonstrasi menolak RUU Penanggulangan Keadaan Bahaya karena RUU ini melegitimasi TNI/Polri untuk melakukan tindak kekerasan. Pada 24 September 1999 petang, setelah RUU tersebut disahkan di DPRRI terjadi penembakan di dekat kampus Atma Jaya. Kemudian, demonstrasi mahasiswa menyebar di berbagai kota. Peristiwa ini dikenal dengan sebutan “Tragedi Semanggi II.” 

KORBAN TRAGEDI TRISAKTI - 12 MEI 1998:
1)       Elang Mulya Lesmana                -  mahasiswa Trisakti
2)       Hafidin Royan                              - mahasiswa Trisakti
3)       Hendriawan Sie                           -  mahasiswa Trisakti
4)       Heri Hartanto                               -  mahasiswa Trisakti

KORBAN TRAGEDI SEMANGGI I – 13 NOVEMBER 1998:
1)      B.R. Norma Irmawan (Wawan)    -  mahasiswa Atma Jaya (ditembak dengan peluru tajam)
2)      Tedy Mardani                               - mahasiswa ITI (ditembak dengan peluru tajam)
3)      Sigit Prasetyo                               - mahasiswa YAI (ditembak dengan peluru tajam)
4)      Engkus Kusnaedi                         -  mahasiswa Unija Pulo Mas (ditembak dengan peluru tajam)
5)      Heru Sudibyo                                - mahasiswa STIE Rawamangun
6)      Muzamil Joko Purwanto                - mahasiswa UI
7)      Uga Usmana                                 - mahasiswa Univ. Muhammadiyah
8)      Lukman Firdaus                            - pelajar
9)      Agus Setiana                                 - pelajar
10)   Doni Efendi                                   - karyawan toko di pasar Bendungan Hilir
11)   Rinanto                                          - Satpam Hero Supermarket
12)   Budiono                                                        
13)   Sidik                                                              
14)   Sulwan Lestaluhu                                      
15)   Sulaeman Lestaluhu                                 
16)   Wahidin Nurlete
17)   Budi Marasabesy

KORBAN SEMANGGI II – 24 SEPTEMBER 1999
1)       Yun Hap                                        - mahasiswa UI
2)       Yusuf Rizal                                   - mahasiswa UBL
3)       Saidatul Fitria                               - mahasiswa Unila
4)       Meyer Ardiyansyah                     - mahasiswa IBA Palembang
5)       Deny Yulian                                  - alumni mahasiswa Satyawacana
6)       Tejo Sukmono
7)       Zainal Abidin
8)       Fadli

Kasus Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II dikatagorikan sebagai kasus pelanggaran HAM berat masa lalu karena penembakan para mahasiswa tiu terjadi sebelum  UU 26/2000 tentang Pengadilan HAM disahkan.


PENANGANAN KASUS
1.       Komnas HAM telah melakukan penyelidikan kasus Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II, dan selesai pada bulan Maret 2002.
2.       Kejaksaan Agung berkali-kali mengembalikan berkas penyelidikan Komnas HAM dengan berbagai alasan ataupun tidak disertai alasan, diantaranya:
1)       Hasil penyelidikan dianggap hanya merupakan transkrip, dan penyelidik tidak disumpah.
2)       Saksi dan penyelidik harus disumpah
3)       Hasil penyelidikan harus ditulis dengan disertai kata “proyustisia” pada setiap halaman
4)       Ditolak tanpa alasan.
5)       Dalam pertemuan dengan keluarga korban, Wakil Jaksa Agung, Muchtar Arifin menyatakan bahwa kasus Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II dinyatakan terkena azas nebis in idem. Catatan:
-          kasus Trisakti disidang dalam Pengadilan Militer sebanyak 2 kali, kasus Semanggi I belum pernah disidang dalam pengadilan apapun, dan kasus Semanggi II disidang dalam Pengadilan Militer sebanyak 1 kali.
-          Presiden SBY telah menganugerahkan Bintang Pratama kepada 4 orang korban mahasiswa Trisakti.
6)       Pada 13 Maret 2008 berkas Penyelidikan Komnas HAM atas Kasus Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II dinyatakan hilang oleh Jampidsus Kejaksaan Agung Kemas Yahya Rahman. Namun setelah dilaporkan kepada Presiden SBY dalam pertemuan dengan keluarga korban pada 26 Maret 2008, Kapuspenkum Kejaksaan Agung Bonaventura Daulat Nainggolan dalam konperensi pers tgl. 27 Maret 2008 menyatakan tidak hilang.
7)       Jaksa Agung Basrief Arief menyatakan bahwa pembentukan Pengadilan HAM ad hoc Timor Timur dan Tanjung Priok melalui perpu, jadi untuk kasus Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II harus menunggu perpu.
8)       Sulit mencari bukti karena kasusnya sudah terlalu lama.
9)       Dengan semau-maunya membuat batasan waktu, bahwa kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi lebih dari 15 tahun yang lalu akan diselesaikan secara non-yudisial

3.       DPRRI:
1)       Periode 1999-2004. Dalam waktu yang hampir bersamaan dengan pengambilan keputusan pengesahan RUU Pengadilan HAM, DPRRI  membentuk Pansus Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II. Sidang Paripurna Dewan menyetujui Laporan Pansus yaitu merekomendasikan untuk meneruskan Pengadilan Umum/Militer yang telah dan sedang berjalan.
2)       Periode 2004-2009. Sesuai surat dari Komnas HAM perihal penyelesaian kasus peristiwa Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II, Pimpinan Dewan menugaskan Komisi III untuk melakukan kajian. Hasil kajian Komisi III diputar di dalam rapat-rapat alat kelengkapan dewan hingga 2 (dua) kali putaran. Di dalam rapat Badan Musyawarah yang kedua hanya 4 fraksi yang setuju hasil kajian Komisi III dijadwalkan di dalam Sidang Paripurna dan 6 fraksi lainnya menolak.

4.       Presiden
1)       Dalam Tragedi Semanggi I - 13 November 1998, Presiden B.J. Habibie berjanji akan menjatuhkan sanksi tegas bagi semua pihak, termasuk para aparat keamanan, yang secara hukum terbukti bersalah dalam insiden tanggal 13 November 1998. “Dalam kerangka ini kami berjanji akan melakukan pengusutan yang adil, transparan dan tuntas, dengan menegakkan prinsip kepastian dan kesamaan hukum,” (Kompas, 18/11/1998).
2)       Periode pemerintahan 2004-2009. Dalam pertemuan Presiden SBY dengan keluarga korban pada 26 Maret 2008, Presiden SBY menyatakan bahwa hukum harus ditegakkan, kasus Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II diselesaikan melalui Pengadilan HAM ad hoc.
3)       Periode pemerintahan 2009-2014. Presiden SBY menugaskan kepada:
-           Menko Polhukam, Djoko Suyanto dan Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. Tim penyelesaian sudah dibentuk tetapi sampai akhir periode pemerintahan tidak menghasilkan apa-apa.
-          Wantimpres bidang Hukum dan HAM, DR. Albert Hasibuan, juga mendapat tugas yang sama, namun sampai akhir masa bhaktinya tidak jelas kinerjanya.


4)       Periode pemerintahan 2014-2019 (Jokowi-JK). Proses penanganan belum jelas.
-          Semasa Menko Polhukam Tedjo Edhy Purdijatno membentuk Komite Gabungan Pengungkap Kebenaran dan Rekosnsiliasi. Anggotanya terdiri dari: Kemenko Polhukam, Badan Intelijen Negara, Mabes TNI, Mabes Polri, Kejaksaan Agung, Kemenkumham, dan Komnas HAM. Komite gabungan tersebut ditolak oleh JSKK (Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan) karena arah penyelesaiannya secara non-yudisial.
-          Semasa Menko Polhukam Wiranto mengusung Dewan Kerukunan Nasional, penyelesaian dengan tata adat, penyelesaian dengan jalur adat, penyelesaian secara musyawarah mufakat, dan kemudian membentuk Tim Terpadu. Sebagai Menhankam Pangab tahun 1998, yang diduga terlibat dalam berbagai kasus pelanggaran HAM berat, Wiranto berupaya menghindar dari jerat hukum, menghindar dari porses penyelesaian pelanggaran HAM berat sebagaimana diatur di dalam UU 26/2000 tentang Pengadilan HAM.


HARAPAN:
Komitmen Bapak Presiden Ir. H. Joko Widodo yang dikampanyekan sejak dalam kampanye pemilu Capres pada tahun 2014 memberi harapan akan terwujudnya tuntutan yang telah kami perjuangkan selama 20 tahun. Komitmen itu disampaikan pada 2 butir yang tertulis di dalam Visi, Misi, dan Program Aksi Jokowi-JK, yaitu: (1) “ff. Kami berkomitmen menyelesaikan secara berkeadilan terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lalu yang sampai dengan saat ini masih menjadi beban sosial bagi bangsa Indonesia seperti: Kerusuhan Mei, Trisakti-Semanggi 1 dan 2, Penghilangan Paksa, Talang Sari-Lampung, Tanjung Priok, Tragedi 1965” dan (2) “gg. Kami berkomitmen menghapus semua bentuk impunitas di dalam sistem hukum nasional, termasuk di dalamnya merevisi UU Peradilan Militer yang pada masa lalu merupakan salah satu sumber pelanggaran HAM”.


HARAPAN SEMAKIN PUDAR:
Komitmen Jokowi – JK untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat masa lalu dan menghapus impunitas hanya kata-kata manis untuk meraup suara dalam pemilu. Kata-kata itu diantaranya diucapkan pada:
1.       Pidato dalam rangka peringatan hari HAM pada tgl. 9 Desember 2014, di Istana Yogyakarta, menyatakan komitmen pemerintah untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat di masa lalu akan diselesaikan lewat dua jalur: judisial dan non-judisial, (Kompas, 10/12/2014).
2.       Pidato kenegaraan dalam rangka HUT RI pada 15 Agustus 2015 di depan Anggota MPRRI menyatakan bahwa kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu akan diselesaikan secara yudisial, non-yudisial dan rekonsilisasi.
3.       Pidato dalam rangka peringatan hari HAM pada tgl. 11 Desember 2015, di Istana Negara Jakarta, menyatakan: “Untuk penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu, jalan keluarnya adalah keberanian dari semua pihak untuk membuat terobosan. Sekali lagi, kita semua perlu punya keberanian untuk rekonsiliasi atau mencari terobosan penyelesaian melalui jalur yudisial dan non-yudisial”, (Kompas, 12/12/2015).
4.       Pidato kenegaraan dalam rangka HUT RI pada 16 Agustus 2016 dan 16 Agustus 2017 di depan anggota MPRRI tidak ada satu kata pun yang menyebut tentang HAM. Baru pada pidato 16 Agustus 2018. kata-kata penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu itu muncul kembali.

Pengangkatan mantan Menhankam Pangab 1998 Wiranto menjadi Menko Polhukam merupakan sinyal bahwa perjuangan mahasiswa 1998 belum selesai. Penegakan hukum yang merupakan agenda reformasi ke-3, masih harus terus diperjuangkan. Dan, pengangkatan Wiranto pada jabatan yang strategis itu juga merupakan pengingkaran Jokowi-JK terhadap komitmennya baik yang ditulis maupun yang diucapkan.


Jakarta, 23 Agustus 2018

Keluarga Korban Semanggi I – 13 November 1998
Maria Katarina Sumarsih
Ibunda BR Norma Irmawan (Wawan)
Mahasiswa Unika. Atma Jaya