Divisi PD dan
Jurnalistik
Urgensi
Kebijakan Kantong Plastik Berbayar
Seakan sudah menjadi
hal yang lazim bagi setiap orang yang berbelanja diberikan sebuah kantong
plastik secara gratis. Namun, tahukah Fodimers? Ternyata plastik itu berbahaya,
loh! Pasalnya plastik mempunyai
dampak negatif bagi lingkungan, diantaranya:
Memicu perubahan iklim
Plastik
ini menghasilkan emisi karbon yang tinggi sehingga berkontribusi dalam
perubahan iklim karena membuat kondisi bumi semakin memanas.
Mencemari lingkungan
Kantong
plastik yang seringkali dibuang sembarangan oleh masyarakat dapat merusak
ekosistem karena tercemarnya sungai dan laut, termakan oleh hewan, maupun
tersumbatnya selokan.
Berbahaya bagi manusia
Kantong
plastik yang biasa digunakan untuk wadah makanan dapat memicu gangguan
kesehatan dan apabila kantong plastik dibakar dapat menyebabkan gangguan
pernafasan dan pencemaran udara.
Terurai sangat lama
Kantong
plastik membutuhkan waktu ratusan hingga ribuan tahun untuk terurai oleh mikroorganisme
karena rantai karbon yang cukup panjang.
Coba bayangkan saat ini
7 ribu ton sampah diproduksi tiap hari di DKI Jakarta yang mayoritas merupakan
sampah kantong plastik belum lagi ditambah kota-kota lain selain DKI Jakarta. Tentunya harus ada upaya untuk menanggulangi
sampah plastik tersebut, bukan? Nah, Fodimers, fenomena inilah yang mendorong
pemerintah untuk menetapkan kebijakan kantong plastik berbayar yang dideklarasikan
pada 21 Februari lalu. Dengan adanya kebijakan yang diujicobakan di 23 kota
seluruh Indonesia selama kurun waktu 3 bulan tersebut, kini masyarakat harus
membayar antara Rp200 sampai dengan Rp5000 (tergantung kebijakan masing-masing
daerah) untuk mendapatkan sebuah kantong plastik dari tempat perbelanjaan.
Selain mengurangi
sampah plastik ini, keuntungan lainnya juga bermunculan dari kebijakan
tersebut. Seperti yang dinyatakan oleh pria yang akrab disapa Kang Emil atau
Emil Salim (Mantan Menteri Negara Pengawasan Pembangunan Lingkungan Hidup)
dalam video conference, ”Kita
bisa hemat Rp 1 miliar per hari. Artinya, ada
Rp 360 miliar dalam 1 tahun, yang bisa dijadikan truk sampah, buat pembangkit
listrik berbasis sampah, daur ulang, dan sebagainya."
Menurut
Fodimers, sudah tepatkah kebijakan ini dan apakah ada solusi lainnya?
“Yakin Cuma Rp200?!!”
-Dwi Ayu (Sipostaru XXIII)-
“Menurut saya, kebijakan plastik berbayar
yang diberlakukan sudah tepat, karena dapat mengurangi jumlah sampah yang
beredar. Namun, harga kantong plastik yang harus dibayar hanya Rp200,00,
mengapa tidak diatas Rp200,00? Karena kalau hanya Rp200,00 tidak terlalu
memberi efek yang signifikan. Mungkin bisa diberikan harga Rp3.000,00-Rp5.000,00
agar para pembeli atau masyarakat dapat membawa tas sendiri ketika berbelanja.”
-Evita (Sipostaru XXIV)-
“Dulu mah Rp200,00 disumbangin,
sekarang Rp200,00 jadi kantong plastik.”
-Adit (Sipostaru XXIV)-
“Menurut saya, kebijakan plastic berbayar
belum menemui titik temu yang efektif. Pasalnya, bayaran dari plastik tersebut
tidak menjadikan jalan keluar dari masalah-masalah yang ditimbulkan plastik,
terutama dalam masalah sampah. Setelah kita membayar Rp200,00 lalu plastik itu
diapakan? Plastik tersebut tetap saja dibuang dan menjadi sampah dalam
masyarakat. Jadi, menurut saya, program pemerintah tersebut belum menjadi jalan
keluar melainkan hanya sebagai punishment
bagi masyarakat yang belum jelas kegunaannya,”
-K.L.A.S (Sipostaru XXIV)-
“Naikin lagi Rp5.000/kantong plastik!
Di setiap daerah. Tapi, kasian juga pabrik plastiknya. Diperhatikan juga pabrik
kantong plastiknya.”
-Anonim-
“Sudah tepat, dengan diadakannya
regulasi ini, masyarakan seakan disadarkan akan bahaya plastik terlepas dari berapapun
harga kantong plastik. Sebenarnya yang diincar adalah kesadaran masyarakat.”
-Anonim-
“Bagus ini menjadi langkah awal
Indonesia untuk manage sampah plastik
lebih baik karena selama ini keadaan mengenai sampah cukup mengenaskan. Dulu
pernah ada longsor sampah tahun 2005 di Jakarta. Ini jadi salah satu usaha yang
diimplementasikan dengan nyata yang sangat membantu harapannya.”
-Nerisa (Sipostaru XXII)-