Minggu, 01 Mei 2016

Review Topic of the Week


Divisi PD dan Jurnalistik


Urgensi Kebijakan Kantong Plastik Berbayar



Seakan sudah menjadi hal yang lazim bagi setiap orang yang berbelanja diberikan sebuah kantong plastik secara gratis. Namun, tahukah Fodimers? Ternyata plastik itu berbahaya, loh! Pasalnya plastik mempunyai dampak negatif bagi lingkungan, diantaranya:

Memicu perubahan iklim
Plastik ini menghasilkan emisi karbon yang tinggi sehingga berkontribusi dalam perubahan iklim karena membuat kondisi bumi semakin memanas.

Mencemari lingkungan
Kantong plastik yang seringkali dibuang sembarangan oleh masyarakat dapat merusak ekosistem karena tercemarnya sungai dan laut, termakan oleh hewan, maupun tersumbatnya selokan.

Berbahaya bagi manusia
Kantong plastik yang biasa digunakan untuk wadah makanan dapat memicu gangguan kesehatan dan apabila kantong plastik dibakar dapat menyebabkan gangguan pernafasan dan pencemaran udara.

Terurai sangat lama
Kantong plastik membutuhkan waktu ratusan hingga ribuan tahun untuk terurai oleh mikroorganisme karena rantai karbon yang cukup panjang.

Coba bayangkan saat ini 7 ribu ton sampah diproduksi tiap hari di DKI Jakarta yang mayoritas merupakan sampah kantong plastik belum lagi ditambah kota-kota lain selain DKI Jakarta.  Tentunya harus ada upaya untuk menanggulangi sampah plastik tersebut, bukan? Nah, Fodimers, fenomena inilah yang mendorong pemerintah untuk menetapkan kebijakan kantong plastik berbayar yang dideklarasikan pada 21 Februari lalu. Dengan adanya kebijakan yang diujicobakan di 23 kota seluruh Indonesia selama kurun waktu 3 bulan tersebut, kini masyarakat harus membayar antara Rp200 sampai dengan Rp5000 (tergantung kebijakan masing-masing daerah) untuk mendapatkan sebuah kantong plastik dari tempat perbelanjaan.

Selain mengurangi sampah plastik ini, keuntungan lainnya juga bermunculan dari kebijakan tersebut. Seperti yang dinyatakan oleh pria yang akrab disapa Kang Emil atau Emil Salim (Mantan Menteri Negara Pengawasan Pembangunan Lingkungan Hidup) dalam video conference, ”Kita bisa hemat Rp 1 miliar per hari. Artinya, ada Rp 360 miliar dalam 1 tahun, yang bisa dijadikan truk sampah, buat pembangkit listrik berbasis sampah, daur ulang, dan sebagainya."

Sumber:
http://news.liputan6.com/read/2441469/uang-hasil-penjualan-kantong-plastik-untuk-apa


Menurut Fodimers, sudah tepatkah kebijakan ini dan apakah ada solusi lainnya?

“Yakin Cuma Rp200?!!”
-Dwi Ayu (Sipostaru XXIII)-

“Menurut saya, kebijakan plastik berbayar yang diberlakukan sudah tepat, karena dapat mengurangi jumlah sampah yang beredar. Namun, harga kantong plastik yang harus dibayar hanya Rp200,00, mengapa tidak diatas Rp200,00? Karena kalau hanya Rp200,00 tidak terlalu memberi efek yang signifikan. Mungkin bisa diberikan harga Rp3.000,00-Rp5.000,00 agar para pembeli atau masyarakat dapat membawa tas sendiri ketika berbelanja.”
-Evita (Sipostaru XXIV)-

“Dulu mah Rp200,00 disumbangin, sekarang Rp200,00 jadi kantong plastik.”
-Adit (Sipostaru XXIV)-

“Menurut saya, kebijakan plastic berbayar belum menemui titik temu yang efektif. Pasalnya, bayaran dari plastik tersebut tidak menjadikan jalan keluar dari masalah-masalah yang ditimbulkan plastik, terutama dalam masalah sampah. Setelah kita membayar Rp200,00 lalu plastik itu diapakan? Plastik tersebut tetap saja dibuang dan menjadi sampah dalam masyarakat. Jadi, menurut saya, program pemerintah tersebut belum menjadi jalan keluar melainkan hanya sebagai punishment bagi masyarakat yang belum jelas kegunaannya,”
-K.L.A.S (Sipostaru XXIV)-

“Naikin lagi Rp5.000/kantong plastik! Di setiap daerah. Tapi, kasian juga pabrik plastiknya. Diperhatikan juga pabrik kantong plastiknya.”
-Anonim-

“Sudah tepat, dengan diadakannya regulasi ini, masyarakan seakan disadarkan akan bahaya plastik terlepas dari berapapun harga kantong plastik. Sebenarnya yang diincar adalah kesadaran masyarakat.”
-Anonim-

“Bagus ini menjadi langkah awal Indonesia untuk manage sampah plastik lebih baik karena selama ini keadaan mengenai sampah cukup mengenaskan. Dulu pernah ada longsor sampah tahun 2005 di Jakarta. Ini jadi salah satu usaha yang diimplementasikan dengan nyata yang sangat membantu harapannya.”
-Nerisa (Sipostaru XXII)-





Tidak ada komentar:

Posting Komentar