Sabtu, 01 Juni 2013

Taktik Menyontek

Kunci jawaban UN untuk mata pelajaran Geografi
yang diperoleh siswa sebelum ujian dimulai.
(ninokeyiz.wordpress.com)
Sepertinya setiap kali Ujian Nasional berlangsung, pasti dicoreng oleh tradisi menyontek. Awalnya upaya menyontek dilakukan secara diam-diam oleh siswa, namun belakangan upaya menyontek ini menjadi sistematis karena melibatkan guru, kepala sekolah, pengawas, hingga pemangku kepentingan.

Cara menyontek yang dulu dilakukan adalah berkomunikasi dengan gerakan tubuh di dalam ruang ujian. Gerakan mereka terkadang sangat tersirat dan muncul dari kesepakatan konsensus sebelum ujian dimulai. Misalnya, memainkan rambut, memutar-mutar pensil, batuk, hingga gestur tangan ketika membalik soal. Semua terlihat begitu suci di depan pengawas, namun sesungguhnya memberikan sandi yang hanya dipahami peserta ujian.

Belakangan muncullah orang-orang yang menawarkan soal ujian yang bocor kepada peserta. Tidak jarang, yang membocorkan adalah oknum guru, joki ujian, hingga pihak Dinas Pendidikan. Soal ini ditawarkan hingga berjuta-juta rupiah. Kekurangannya, peserta masih perlu mencari jawaban sendiri. Belakangan, pihak pembocor ikut mengisi jawaban mengacu kepada buku teks yang mereka miliki, lalu membocorkan kunci jawaban melalui pesan singkat. 

Semakin ketatnya pen-jagaan soal membuat banyak dari mereka tidak mampu memperoleh soal dengan mudah. Terkadang, soal baru bisa diperoleh pada pagi menjelang ujian, mempersempit waktu pembocor mengerjakan. Pengerjaan yang terburu-buru membuat “jawaban” salah.

Target para pembocor soal kemudian berganti. Mereka kini tidak lagi mengejar soal, tetapi kunci jawaban Ujian Nasional. Kunci jawaban ini rupanya diperoleh melalui oknum yang berkaitan langsung dengan Kementerian Pendidikan dan Dinas Pendidikan setempat. Kunci jawaban tidak melulu dibeli siswa, namun didapat dari pihak sekolah. Banyak sekolah membeli, atau malah secara cuma-cuma mendapat kunci jawaban untuk disebarkan. Tujuannya, agar kelulusan dapat dicapai setinggi mungkin, dan secara tidak langsung akan mendongkrak kualitas sekolah atau daerah dimana ujian berlangsung.

Komunitas Air Mata Guru pernah menemukan kasus dimana di sebuah sekolah, contekan diberikan kepada siswa satu per satu di dalam ruang ujian dengan cara diselipkan dalam soal atau kertas buram. Ada pula, contekan yang diberikan dalam potongan kertas yang diberikan 30 menit sebelum ujian, dan pengawas diminta tidak menindak siswa yang menggunakan contekan. Lebih parahnya, contekan itu justru dibacakan oleh guru atau pengawas kepada peserta ujian.

 Trik Kemdiknas untuk menjadikan 20 paket soal yang diberi barcode terbukti tidak efektif. Kunci jawaban yang diberikan kepada siswa terdiri dari 20 paket juga disertai rangkaian huruf pertama dari soal nomor tertentu sebagai identifikasi.

Semua kebobrokan ini jelas menunjukkan, tradisi contek-menyontek tidak lagi dilakukan diam-diam, tetapi seolah-olah sistematis, disengaja, dan tersusun rapi. Keluar ruang ujian, siswa, guru, dan pengawas pun diwajibkan tutup mulut bahkan diajarkan untuk berbohong kepada orangtua siswa. Tradisi menyontek inilah yang turut mendorong banyak pihak meminta Kemdiknas menghentikan UN, karena UN seolah-olah menjadi formalitas dan sekedar adu kreatif menyontek, tanpa menghasilkan peningkatan kualitas pendidikan. Menyontek dikhawatirkan mengajarkan ketidakjujuran yang menjadi bibit perilaku korupsi di masa depan, saat mereka yang di ruang ujian menjadi pemimpin negara. (KEV)


Kami menantikan Kritik dan Saran Anda! Silahkan isi kuesioner kami disini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar