Sabtu, 01 Juni 2013

Darurat Ujian Nasional

Siswa SMAN 108, Pesanggrahan, Jakarta Selatan mengerjakan soal Ujian Nasional paket Bahasa Indonesia, Senin (15/4) (Kompas.com)
Ujian Nasional tingkat SMA/MA tahun ini dapat dikatakan sebagai Ujian Nasional paling berantakan. Selain masih banyaknya ditemukan bentuk kecurangan yang dilakukan siswa, guru, dan pengawas, UN kali ini pun menuai kritik tidak hanya dari masyarakat umum, bahkan menuai kritik dari peserta ujian itu sendiri.

Karut marut dimulai ketika Mendikbud, Muhammad Nuh, mengumumkan bahwa Ujian Nasional di 11 provinsi Indonesia Tengah, Minggu (14/4). 1,1 juta siswa terpaksa menerima nasib ujian ditunda Kamis (18/4). Hal ini disebabkan karena PT. Ghalia Indonesia Printing, satu dari enam pemenang tender pencetakan soal UN 2013 tidak mampu mencetak seluruh naskah tepat waktu. Mendikbud memohon maaf kepada seluruh rakyat Indonesia atas kegagalan ini, dan berjanji akan mengevaluasi peristiwa ini, dengan memberikan sanksi kepada pihak percetakan. Akan tetapi, pihak percetakan juga tidak ingin dianggap kambing hitam. Mereka mengatakan, naskah soal baru diterima 25 hari sebelum UN, sedangkan percetakan membutuhkan waktu 60 hari mencetak 106.575.200 eksemplar naskah (Kompas, 16/4). 

Di daerah yang ujiannya berjalan sesuai jadwal, berbagai persoalan muncul. Kekurangan soal terjadi di Padang, Batam, dan Merauke, sehingga soal terpaksa difotokopi. Padahal, fotokopi memberikan celah kebocoran soal. Ada lagi kesalahan kirim paket soal dari paket mata pelajaran hingga naskah soal SMA, SMK, dan MA yang saling tertukar. Ada pula, paket soal mata pelajaran lain terselip di dalam paket soal yang seharusnya diujikan seperti di Merauke dan Tuban. Di Lamongan, soal terlambat tiba hingga ujian dimulai pada siang hari.

Banyak siswa mengeluhkan kualitas kertas yang buruk, seperti lembar jawaban yang terlalu tipis, sehingga mudah robek. Ro-beknya kertas membuat peserta terpaksa mengerjakan di lembar baru, membulati ulang nama dan jawaban akan mengurangi waktu mengerjakan ujian. Selain itu, ada yang mengeluhkan tinta lembar jawaban memudar saat dihapus.

Kekacauan UN juga membuat guru dan pengawas kesulitan. Mereka yang mengalami ketidakpastian kapan tibanya soal UN terpaksa harus bolak-balik ke ibu kota kabupaten demi mengambil soal, pun jika kepastian telah diterima. Ternyata, hingga Kamis (18/4) paket soal belum diterima di Sumut dan NTT. Ujian ditunda lagi hingga Senin (22/4), bersamaan dengan UN SMP. Di Sulawesi sendiri, masih ada beberapa sekolah yang mengalami kekurangan soal, sehingga terpaksa dikirim ulang Rabu (17/4) malam atau difotokopi.
Kekacauan yang serius ini menimbulkan berbagai kritik dari masyarakat. Muhammad Nuh menyatakan bertanggungjawab atas kegagalan ini, dan bahkan siap mundur bila terlibat korupsi (Kompas, 18/4). Padahal, biaya yang digelontorkan untuk menyelenggarakan UN tahun ini tidak dapat dibilang sedikit, mencapai Rp 600 miliar. Citizen lawsuit atas kebijakan UN telah dikabulkan PN Jakarta Pusat pada 21 Mei 2007, dan diperkuat dengan ditolaknya banding (6 Des 2007) dan kasasi (14 Sep 2009) yang diajukan pemerintah. PN Jakarta Pusat telah memanggil pemerintah atas tidak dipenuhinya citizen lawsuit tiga kali, namun tidak ditanggapi.

Ada pula yang menang-gapi sinis UN. Ujian kelulusan memberikan dampak negatif, mulai dari kesenjangan prestasi akademis, ancaman putus sekolah, diabaikannya mata pelajaran yang tidak diujikan, disorientasi pendidikan menjadi sekedar berlatih soal, depresi yang berujung pada bunuh diri (termasuk pada UN tahun ini), hingga berbagai modus kecu-rangan (Kompas 20/4).

Berbagai bahasan hangat muncul setelah UN selesai. Kalkulasi Kemdikbud, dana UN 2013 sebesar Rp 543,33 miliar untuk 14 juta siswa, atau Rp 39.000/murid. Kemkeu memblokir anggaran karena tidak sesuai keppres dan me-minta direvisi. Namun, hasil revisi malah mengubah anggaran sebesar  Rp 644,27 miliar untuk 12,2 juta siswa, atau Rp 59.000 per murid, sehingga anggaran diblokir kedua kalinya (Kompas, 20/4). Wapres Boediono menyarankan desentralisasi pencetakan soal seperti pelak-sanaan UN sebelumnya. BPK dan BIN turut mengaudit dan menginvestigasi UN tahun ini.

Keabsahan UN diragukan. Penundaan UN mempengaruhi fisik dan psikis siswa, yang secara langsung mempengaruhi kemampuan siswa mengerjakan saat UN susulan dikerjakan. Namun, Muhammad Nuh menegaskan, tidak ada toleransi. Siswa yang mengikuti UN pada Kamis tetap diperlakukan sama. Mendikbud juga mengumumkan bahwa hasil UN 2013 tetap jadi syarat masuk Perguruan Tinggi Negeri, sekalipun menuai kecaman.

Berbagai kerusuhan UN secara tidak langsung mem-pengaruhi hasil UN tahun ini. Hasil UN diumumkan Jumat (24/5) lalu. 99,48% siswa SMA sederajat dinyatakan lulus, turun tipis dari tahun lalu (99,50%). Walaupun tingkat kelulusan hanya turun tipis, namun nilai rata-rata UN kali ini anjlok dari 7,7 pada tahun 2012, menjadi 6,35 pada tahun ini. Tercatat, Propinsi DKI Jakarta memiliki tingkat kelulusan tertinggi, sedangkan Propinsi Nangroe Aceh Darussalam terendah. (KEV)
*Dari berbagai sumber

Kami menantikan Kritik dan Saran Anda! Silahkan isi kuesioner kami disini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar